let's share our experience .
Make Your Dreams Come True.."De Leidster van het verzet"

Pemilu dan Potensi Krisis Konstitusi di Indonesia


Kurang lebih skitar 5 bulan yang lalu ketika saya masih studi di program pasca sarjana judul yg hendak saya pilih dalam rencana tesis saya adalah potensi krisis konstitusi, ide ini muncul setelah saya membaca tulisan dari prof yusril ihza mahendra beliau mengatakan bahwa konstitusi kita saat ini sangat rentan dan memungkinkan terjadinya krisis konstitusi.

Dalam pemahaman negara-negara eropa krisis konstitusi (constitutional crisis) di definisikan is a situation that the legal system's constitution or other basic principles of operation appear unable to resolve; it often results in a breakdown in the orderly operation of goverment. Often, generally speaking, a constitutional crisis is a situation in which separate factions within a goverenment disagree about the extent to which each of these factions hold soverignty. Most commonly, constitutional crises involve some degree of conflict between different braches of goverenment 

Secara sederhana krisis konstitusi dapat terjadi apabila belum ada norma atau aturan yang mengatur scara eksplisit maupun implisit tentang suatu permasalahan konstitusi.Dalam persepktif teori, KC Wheare dalam karyanya moderen constitution mengatakan bahwa konstitusi merupakan kumpulan peraturan yang mengatur pemerintahan negara, lebih luas lagi Van apeldorn mengatakan bahwa konstitusi memuat baik peraturan tertulis (writen) maupun tidak tertulis (unwriten). Secara sederhana konstitusi dapat dipahami sebagai aturan dasar (baik tertulis ataupun tidak) dengan tujuan mengatur penyelenggaraan pemerintahan negara yang memiliki kedudukan hierarkis tertinggi dalam sebuah negara. Jika menggunakan pendekatan dari teori ini maka harusnya konstitusi memuat aturan yang bersifat detil sehingga meminimalisir potensi terjadinya krisis konstitusi.

Dalam tulisannya prof yusril mendeskripsikan suatu kasus yang bisa saja menimbulkan krisis konstitusi seperti dlm kasus impeachment (pemakzulan). Didalam pasal 8 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 menyebutkan bahwa “jika presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatan, ia digantikan oleh wakil presiden sampai habis masa jabatannya.” Sedangkan jika berhalangan tetap scara bersamaan maka jalannya pemrintahn akan dilaksanakn secara bersama oleh triumvirat (Menteri dalam Negeri, Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan) Pasal 8 (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945.

Permasalahanya adalah, jika presiden dan wakil presiden brehalagan tetap scara bersamaan dan kemudian mendemisionerkan kabinet (trmsuk triumvirat) mengingat presiden mempunyai hak prerogratif maka dapat dipastikan tidak ada yang menjalankan pemerintahan (vacum of power) Kasus yg seperti ini kemudian dipandang oleh prof yusril sebagai pintu awal terjadinya krisis konstitusi karena memang tidak ada ketentuan atau norma yang kemudian mengatur permasalahan ini.


Secara yuridis normatif harus diakui bahwa konstitusi indonesia tidak mengatur permasalahan ini tetapi disatu sisi jika kasus ini ditelah dengan teliti maka permasalahan ini bisa dipecahkan melalui Mahkamah Konstitusi mengingat salah satu tugas MK adalah memutus pendapat DPR bahwa presiden dan atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum (pasal 10 (2) UU MK NO 24 Tahun 2003). jika kasus ini terjadi maka MK melalui putusannya (amar putusan) dapat saja membuat putusan bahwa presiden tidak dapat mendemisionerkan kabinet. secara de jure otomatis jika ketentuan ini dilaksanakan maka krisis konstitusi tidak akan terjadi sebab hak prerogratif presiden pasca dinyatakan bersalah telah dicabut.

Jika ditelaah lebih lanjut, maka dapat diketahui bahwa tugas Mahkamah Konstitusi hanya menyatakan Presiden bersalah dan selanjutnya mekanisme pemberhentian diserahkan ke MPR. Tetapi dalam kasus seperti ini MK dapat saja melakukan trobosan hukum dengan menambahkan putusannya untuk mengugurkan hak prerogratif presiden. Trobosan hukum yang dilakukan oleh Hakim MK ini kemudian dapat dipahami sebagai rechtsvinding mengingat proses penemuan hukum merupakan proses konkretisasi dan individualisasi peraturan hukum yang bersifat umum dengan mengingat peristiwa konkrit. Artinya di satu sisi rechtsvinding ini dipandang perlu dilakukan mengingat potensi krisis konstitusi yang dapat saja terjadi pasca diberhentikannya presiden dan wakil presiden secara bersamaan.

Pemilu dan Potensi Krisis
Lalu bagaimana dengan potensi potensi krisis konstitusi lainnya yang bisa saja muncul. jika konstitusi hasil perubahan kita saat ini dianalisis lebih lanjut maka banyak sekali ditemukan titik krisislainnya. Misalnya pada pengaturan tentang pemilu. baik konstitusi maupun Undang-Undang kepemiluan, baik presiden maupun pemilu legislatif tidak mengatur apabila ternyata penyelenggaran pemilu gagal dan tidak menghasilkan perwakilan di parlemen atau bahkan tidak menghasilkan presiden.

Jika mengacu pada aturan konstitusi saat ini, maka dalam pasal 6A (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 dengan tegas menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden dinyatakan terpilih apabila memperoleh lebih dari lima puluh persen suara nasional (suara mayoritas mutlak) dan 20 persen disetiap wilayah provinsi. Jika dianalisis konstruksi pasal ini maka dapat dipahami bahwa pertama, presiden terpilih apabila berhasil memperoleh suara mayoritas mutlak dari total suara yang masuk. Kedua, angka atau persentase suara ini merupakan ketentuan yang mutlak dan rigid. Artinya, presentasi angka ini tidak dapat diubah apabila tidak ada satupun pasangan calon yang memperoleh suara mutlak mayoritas.

Kondisi seperti ini bisa saja muncul mengingat pemilu 2014, konstituen terbesarnya diisi oleh segmentasi pemilu pemula, disamping itu meningkatnnya angka golput (berkaca pada pemilu kada) di hampir seluruh wilayah indonesia menambah beban berat suksesi penyelenggaran pemilu 2014 Bertitik tolak dari hasil analisis ini maka timbul pertanyaan apabila tidak ada satu pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berhasil memperoleh suara seperti yang telah diamanatkan dalam konstitusi maka pemilu dapat dipastikan gagal karena tidak dapat menghasilkan presiden dan wakil presiden. Pertanyaannya adalah, siapa atau lembaga mana yang kemudian dapat menjalankan pemerintahan mengingat didalam negara tidak dibenarkan terjadinya kekosongan jabatan (vacum of power) apalagi tidak ada presiden dan wakil presiden. Secara teori dalam negara dengan sistem pemerintahan presidensil presiden memiliki peranan yang sangat penting untuk menentukan jalannya pemerintahan.

Secara yuridis normatif jika mengacu pada ketentuan konstitusi dan Undang-undang maka dapat dipastikan tidak ada lembaga yang berwenang menjalankan pemerintahan sebab pemilu tidak menghasilkan apapun. Apakah kemudian benar pendapat prof yusril dengan mengembalikan fungsi MPR sebagai lembaga tertinggi negara menjadi solusi untuk mengatasi kegagalan pemilu 2014 ini ? apakah mungkin dalam waktu yang relatif singkat MPR melakukan perubahan terhadap Konstitusi ? untuk kemudian mengembalikan fungsi MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

Dalam hemat penulis, solusi yang mungkin saja dapat diambil adalah dengan melakukan perubahan terhadap konstitusi kita saat ini, seyogyanya MPR (DPR dan DPD) membuat regulasi atau pengaturan baru berkenaan dengan permasalahan seperti ini, atau jika perubahan kontitusi dipandang terlalu rumit maka salah satu solusinya adalah dengan membuat atau mengubah  Undang-Undang kepemiluan dan membuat regulasi baru berkenan dengan potensi krisis yang dapat saja muncul, misalnya memberikan legitimasi kepada lembaga-lembaga seperti TNI-Kepolisian (jabatan Panglima atau kapolri tidak secara otomatis berhenti apabila presiden habis masa jabatannya) untuk menjalankan pemerintahan apabila pemilu dianggap gagal atau bahkan jika menghendaki MPR menjalankan pemerintahan maka pilihannya adalah harus melakukan perubahan terhadap konstitusi terlebih dahulu sehingga MPR memliki legitimasi yang sangat kuat dalam mengisi kekosongan jabtan pemerintahan. Apapun hasil pemilu 2014 nanti dan berbagai permasalahan yang muncul didalamnya, dapat dipastikan negara ini harus berjalan sebagai mana mestinya.


SYAFRI HARIANSAH SYAFRI HARIANSAH Author

Text Widget

Text widget

Assalamualaikum selamat datang di blog mungil ini. Semogga tulisan ini bisa bermanfaat untuk kita semua.

About Me

Foto Saya
PhD (cand) ankara üniversitesi I independent research | lecturer |Law - ‎Indonesian Election supervisory Board

Followers

Random Posts

Comments

Recent Posts

Live Traffic Feed

CURRENT TIME AND WEATHER ANKARA - TURKEY

My Social Media

Social Icons

Facebook  Twitter  Instagram Yahoo Linkedin

Ads

Popular Posts

Services

Recent Comments

More on this category »

Ads 300 x 250

Ankara Üniversitesi Gölbaşı Yerleşkesi Bahçelievler Mahallesi 319. Sokak Kaymakamlık Arkası 06830 Gölbaşı ANKARA

Recent Comments

About

Pages - Menu

Popular Posts