Asimetris di Federasi-Federasi Negara, Negara-Negara Federal dan Negara Kesatuan
03.53
John McGarry
Queen’s University, Kingston, Ontario
Ilmuwan politik pertama yang secara
formal membahas asimetris dalam konteks federasi-federasi adalah seorang
berkebangsaan Amerika yaitu Charles Tharlton di dalam “The Journal Politics”
(Tarlton,1965). Tarlton menunjukkan bahwa studi klasik mengenai federasi, oleh
K.C. Wheare dan lainnya, memiliki relasi yang terfokus antara pusat federasi
dan wilayah federasi dan mengira bahwa wilayah federasi masih sama kedudukannya
dalam hubungan mereka dengan pusat federasi dan yang lainnya. Itulah,
mereka yang mengira sebuah negara federasi terdiri dari wilayah yang identik.
Tarlton menunjukkan bahwa faktanya sebuah wilayah dalam negara federasi
bervariasi dengan berbagai cara, termasuk dalam ukuran mereka, populasi dan
bobot suatu institusi dalam federasi, berbagi sumber daya alam dan fiskal, dan
budaya, bahwa ini menunjukkan adanya ketimpangan yang mendalam dalam hubungan
mereka secara asimetris satu sama lainnya dan dengan sistemnya secara
keseluruhan. Asimetris ini, Tarlton berargumen, memunculkan berbagai isu yang tidak
dapat dipahami melalui premis simetris dalam studi klasik.
Dewasa ini, diskusi mengenai asimetris
dan federasi tidak mengikuti “pendekatan Tarlton”. Sebuah federasi asimetris
sekarang selalu dipahami sebagai sebuah negara dimana semua daerahnya mempunyai
jaminan otonomi menurut konstitusi, tetapi dimana ada setidaknya satu daerah
diperlakukan berbeda, biasanya ditingkatkan, level dari otonomi dari yang lain.
Asimetris juga digunakan untuk menggambarkan kasus-kasus dimana sedikitnya satu
bagian dari negara yang menganut otonomi, tetapi yang lain tidak mengikuti.
Jika otonomi ini dijamin oleh konstitusi, dan tidak dapat dibatalkan oleh
otoritas pusat negara secara sepihak, maka “federasi” ada dan diakui. Jika
pusat mampu membatalkan sebuah otonomi, maka ada desentralisasi secara
asimetris dalam negara kesatuan.
Pengaturan institusional asimetris
timbul untuk alasan yang berbeda. China, sebuah negara kesatuan, mengijinkan Hongkong mendapat
otonomi yang lebih luas dibandingkan yang diperoleh oleh sebagian
daerah lainnya, karena ini akan mendorong penyerapan ulang dan membawa
keuntungan bagi ekonomi. Dalam banyak kasus, bagaimanapun, asimetris
adalah sebuah respon terhadap eksistensi dari keanekaragaman bangsa
yang plural. Hal itu bermula baik sebagai tanggapan atas suatu
tuntutan terhadap derajat kekhususan dari sebuah otonomi suatu pergerakan
kebangsaan (didefinisikan di sini sebagai bangsa tanpa negara atau bangsa
“minoritas”), atau ketika sebuah entitas independen secara khusus diberikan
keistimewaan berpemerintahan mandiri sebagai imbalan untuk bergabung kembali
dengan negara tersebut. Contoh masih adanya bentangan pengaturan asimetris dari
United Kingdom (Britania Raya), dimana Skotlandia, Wales, Irlandia Utara semua
menerima perbedaan level untuk berpemerintahan mandiri, tapi Inggris masih
mengatur melalui Westminster; juga Indonesia yang telah memberikan
Aceh tambahan otonomi lebih dari daerah-daerah lain oleh negara; dan Malaysia
dan India, dimana beberapa wilayah federalnya mempunyai kadar otonomi yang
lebih dari yang lain.
Dalam tulisan ini, Saya menawarkan
dukungan untuk otonomi asimetrikal secara khusus dalam negara yang multi
bangsaa dengan mempertunjukkan batasan-batas simetrikal. Tulisan ini diakhiri
dengan membuat catatan bahwa otonomi asimetrikal bukanlah tanpa kesulitan, dan
bahwa disana terdapat batasan yang jelas tentang sejauh mana sebuah negara
dapat meneruskan pengaturan asimetrikal ketika menetapkan sebuah negara, akan
tetapi bahwa bahaya dari asimetris tidak perlu terlalu dipermasalahkan.
Batasan-batasan pada Simetrikal Otonomi di Negara yang Bangsanya
Plural
Pendukung akomodasi
kebangsaan sering menganjurkan menentang sentralisasi dan untuk
otonomi. Namun, kebanyakan dari mereka tidak membuat pembedaan antara
asimetrikal dan simetrikal otonomi. Mereka gagal untuk melihat segala masalah
yang terakhir, yang bisa dibilang acap kali semacam sebuah otonomi, setidaknya
dalam negara federasi. Disini, saya menganalisa empat tipe umum dari simetrikal
otonomi di berbagai macam bentuk pemerintahan negara untuk menunjukkan kenapa
hal ini hampir selalu menjadi problematika.
Otonomi Simetrikal
berbasis pada Wilayah-Wilayah yang didominasi Mayoritas
Negara-negara dapat
mendesentralisasikan dalam sebuah gambaran atau penggambaran ulang, batas-batas
internal mereka sedemikian rupa bahwa staatsvolk (negara
rakyat) mereka, atau bangsa yang mayoritas, juga mayoritas dalam masing-masing
daerah. Batas-batas internal dari federasi-federasi sering mempunyai tujuan
untuk mencapai dampak tersebut, terutama dalam kasus Amerika Serikat.
Pemerintahan Federal Amerika Serikat masih berhati-hati untuk menghindari
pemberian status sebagai negara bagian untuk wilayah-wilayah di bagian barat
dan barat daya, sampai hal ini telah dipenuhi oleh pemukim White Anglo--Saxon
Protestant (WASP), atau apakah mereka melakukan kecuranganterhadap batas-batas
mereka untuk membuat WASP menjadi mayoritas.
Contoh lainnya termasuk Negara Federasi
di Amerika Latin yaitu Mexico, Argentina, Brasil, dan Venezuela, dan negara
federal Jerman, Austria, Australia, dan Uni Emirat Arab (McGarry & O’Leary,
2005; O’Leary, 2001). Tujuan dari konstruksi batas internal tersebut adalah
Pembangunan Bangsa, menemani beberapa bangsa-bangsa sebagaimana berada dalam
dominasi identitas nasional. Dari perspektif kebangsaan, otonomi semacam ini
berbeda sedikit dari sentralisasi dalam negara kesatuan. Memang, hal ini
terkadang merupakan sebuah penawaran bagus yang lebih buruk, mungkin minoritas
itu dapat ditundukkan oleh mayoritas wilayah yang sangat otoriter, seperti yang
terjadi pada keturunan Afrika-Amerika di negara dari bekas konfederasi Amerika
Serikat dan terjadi pada berbagai minoritas penduduk adat di daerah Brazil.
Tentu saja, banyak pendukung dari otonomi dari kebangsaan memahami
permasalahan dengan simetris semacam ini, tetapi hal sama tidak bisa dikatakan
untuk ketiga jenis lainnya.
Simetrikal Otonomi
berbasis pada Wilayah Pembagian Minorita.
Sebuah negara dapat juga memetakan
batas-batas internalnya sedemikian rupa bahwa tanah air dan bangsanya terbagi
menjadi beberapa wilayah simetrikal otonomi—meskipun anggota bangsa mempunyai
status mayoritas dalam beberapa diantaranya. Pengaturan institusional ini telah
disokong oleh “pendiri negara”, biasanya model Amerika Seriikat digambarkan
sebagai praktek yang tidak dapat diterapkan secara demografi atau politis,
misalnya ketika tidak ada “staatsvolk”. Pendiri negara di Nigeria menanggapi
untuk Perang Sipil Biafra dengan membagi wilayah Ibo yang besar, Yoruba, dan
Hausa-Fulani ke dalam berbagai wilayah-wilayah kecil, diantaranya didominasi
oleh grup-grup yang banyak ini, dan beberapa didominasi oleh wilayah kecil
lainnya atau tidak ada komunitas tunggal.
Setelah persetujuan Indo-Srilanka
tahun 1987, Colombo menganjurkan memindahkan kekuasaan dengan cara memisahkan
komunitas Sinhala dan Tamil ke dalam berbagai wilayah masing-masing. Dewasa ini
beberapa dari mereka yang bermaksud menggambarkan apa yang disebut sebagai
Pembangunan Nasional di Iraq merekomendasikan federasi yang berbasis kepada 18
ke-propinsian yang ada di Iraq. Pemimpin yang dalam beberapa hal, dalam
perspektif mereka, yang telah dibagi oleh komunitas bangsa Kurdi, dan juga
Bangsa Arab yang terdiri dari Sunni dan Syiah, ke dalam beberapa
wilaya-wilayah.
Pengaturan demikian, diharapkan oleh pendukungnya, akan membuka
divisi-divisi antar etnis, untuk mempromisikan aliansi antar etnik tersebut,
dan menfasilitasi konstruksi yang berbasis pada indentitas dalam negara bangsa.
Bentuk tersebut dari pembangunan nasional secara federalism dihubungkan dengan
ide dari Donald Horowitz, yang menggambarkan hal tersebut memiliki logika
“sentralistik”, dan yang secara umum dan secara tidak umum mengutip contoh dari
Nigeria sebagai model lain. Yang secara lebh mengejutkan, hal tersebut telah
menerima beberapa dukungan dari sesepuh penganut teori “konsosiasi” Arrend
Lijtphart. Ketika mendiskusikan otonomi territorial sebagai bagian dari
peskripsi konsosiasi, lijtphart menulis bahwa beberapa “segmentasi”
dapat diberikan lebih dari satu unit federal, yang secara khusus jika mereka
hidup dalam area yang luas atau tidak berdekatan (Litjphart, 1979).
Hal tersebut sama dengan pola yang ada di Swiss, hanya ada satu dari empat
demokrasi konsosional lama untuk mempratekkan otonomi territorial , dan dimana
tiap-tiap masyarakat yang berbahasa Prancis dan Jerman memiliki beberapa
unit-unit federal.
Ada beberapa kasus-kasus dimana kaum
minoritas senang dengan pengaturan yang sedemikian itu. Namun, kebangsaan yang
beragam, digerakkan sebagai bangsa-bangsa akan secara umum menghindari ide dari
otonomi yang terbagi-bagi tersebut. Terutama dimana mereka siap mengikuti
otonomi kedalam tanah air yang tidak terbagi (tunggal), pembagian tersebut
selalu mewajibkan paksaan. Batas-batas federal di Nigeria yang ditentukan oleh
dictator militer, dan 18 pemerintahan propinsi federasi di Iraq akan diperlukan
pengenaan oleh koalisi dari U.S (untuk selanjutnya baca McGarry, 2005; McGarry,
2007).
Dari perspektif pergerakan kebangsaan,
Kepala secara tidak mudah pada jenis pertama dari otonomi simetrikal adalah
bentuk dari batas-batas internal dan visi bangsa-tunggal mereka, dibandingkan
dengan desain simetrikal mereka. Para pendahulu menolak bangsa yang tidak
bernegara setiap pemerintahan mandiri mayoritas dimanapun, belakangan
mengesampingkan pemerintahan mandiri yang kolektif, dan juga tidak mempertegas
kebangsaan plural. Di tipe kedua selanjutnya, hal tersebut lebih simetris
dibanding dengan batas-batas internal yang menjadi masalah.
Otonomi Simetrikal yang Berbasis kepada
Kebangsaan-Kebangsaan dan Wilayah-Wilayah dari Staatsvolk
Tipe yang Ketiga dari otonomi simetris
melibatkan otonomi kolektif untuk sedikitnya satu kebangsaan, dalam sebuah
pengaturan, biasanya sebuah federasi, yang dalam hal staatsvolk dibagi kedalam
beberapa wilayah. Kurang lebih hal yang terdapat pada keadaan di Kanada, Rusia
dan Spanyol, juga dapat menjadi beberapa pendapat mengenai iya atau tidak bahwa
seluruh tanah air dari kebangsaan masing-masing yang dimasukkan dalam wilayah
pemerintahan mandiri. Hal tersebut juga diajukan dalam pengaturan lainnya,
termasuk UK, dimana hal ini akan melibatkan divisi dari Inggris keberbagai
macam wilayah. Simetris mungkin didukung oleh negara dan staatsvolknya dalam
pengaturan tersebut untuk beberapa alasan.
Asimetris menyiratkan peningkatan
status untuk wilayah yang berbasis pada kebangsaan dan untuk itu menyarankan
bahwa wilayah-wilayah yang lainnya, yang termasuk kedalam staatsvolk, memiliki
status kelas kedua. Politisi regional dari unit-unit federal yang lain tersebut
kemungkinan akan mengeluhkan hal ini. Di Kanada sejak tahun 1980-an dan diawal
tahun 1990-an, beberapa orang-orang terkemuka di propinsi Inggris-Kanada,
menggunakan peranan mereka untuk mencegah bangsa Quebec dari pemberian
kewenangan-kewenangan yang lebih banyak disbanding propinsi-propinsi lain dan
pengakuan khusus konstitusional sebagai masyarakat yang special.
Mereka
bersikeras dalam persamaan derajat propinsi. Dinamika ini membantu untuk
menjelaskan kenapa kebanyakan federasi-federasi menerapkan simetrikal dan
mengapa kebanyakan contoh-contoh tertentu dari asimetrikal terjadi di
negara-negara kesatuan, dimana otoritas pusat dapat bertindak secara sepihak
tanpa perlu persetujuan otoritas wilayah
Itu dapat ditakutkan bahwa asimetris
secara tertentu ketika ada pengakuan secara eksplisit dari kebangsaan sekelompok
orang, menandai unit-unit tertentu sebagai wilayah tersendiri dan
kemungkinan untuk mengisi pemisahan. Simetri, kebalikannya, bahkan jika hal ini
melibatkan pemerintahan mandiri yang kolektif untuk kebangsaan dalam tanah air
dan bangsanya, dapat dipertahankan dalam daerah “territorial” atau
“administratif”, sebagai perlunya untuk alasan-alasan dari efisiensi atau
demokrasi dan sebagai konsistensi dengan konsep dari negara-negara bangsa yang
homogen.
Argumen-argumen tersebut membantu untuk
menjelaskan mengapa beberapa negara, memaksa untuk mengakomodasi kebangsaan
melalui memberikan mereka otonomi kepada tanah air mereka, menerapkan akomodasi
ini dalam pakaian simetris atau territorial (negara bangsa). Papua Nugini
merespon terhadap permintaan tuntutan Bougainvaille untuk otonomi pada tahun
1976 dalam pengimplementasian desentralisasi umum atau “seluruhnya” di seluruh
negeri. Sebagai akibat dari kediktatoran Franco otoritas sentral Spanyol,
memberikan otonomi bangsa historis dari Catalunya, daerah Basque dan Galicia,
tetapi pengizinan semua wilayah lain di Spanyol termasuk beberapa mayoritas
Castillian, untuk mencapai tingkatan-tingkatan yang sama dari pemerintahan yang
mandiri. Dari tahun 1980-an, Madrid “menerapkan strategi jalur-kembar untuk
membatasi kewenangan-kewenangan dari (bangsa historis)… ketika dorongan
penyebaran otonomi terhadap wilayah-wilayah yang lain” (Keating, 2001, hlm.
117). Hal ini menghasilkan kebijakan mengenai harmonisasi yang telah dijelaskan
oleh kritik-kritiknya sebagai café para todos (kopi untuk
semua).
Di UK, beberapa dari mereka yang takut pewarisan tersebut
kepada Wales dan Skotlandia akan memiliki konsekuensi-konsekuensi yang
cenderung menjauhi pusat, merekomendasikan bahwa pewarisan tersebut kepada
bangsa-bangsa historis tersebut harus ditemani oleh pewarisan terhadap
wilayah-wilayah dalam Inggris (Peacock & Crowther-Hunt, 1973). Di Kanada,
pemerintahan federal telah selalu bereaksi terhadap tuntutan Quebec untuk
otonomi yang lebih banyak melalui memperpanjang ini kepada semua propinsi,
sejalan dengan gagasan persamaan terhadap semua propinsi. Walau kegagalan
Persetujuan Meech Lake dalam kurun waktu 1987-1990, biasanya yang
digembar-gemborkan untuk sebagai respon untuk kebutuhan-kebutuhan tertentu dari
Quebec, yang secara besar sebagai pelaksanaan desentralisasi simetrikal. Setiap
hal dalam itu diberikan kepada Quebec, termasuk juga pemberian
kewenangan-kewenangan federal, yang diperpanjang kepada semua propinsi-propinsi
yang lain, kecuali bahwa Quebec merupakan juga pengakuan secara konstitusional
sebagai masyarakat yang berbeda (Milne, 1991, hlm. 297; Cairs, 199, hlm. 79).
“Clarity Act” milik Kanada pada tahun 1999, yang, dalam merespon referendum
Quebec pada tahun 1995, mengeluarkan kondisi-kondisi menurut menurut
pemerintahan federal bernegoisasi dengan pemisahan diri, membuat hal tersebut
jelas bahwa syarat-syaratnya diterapkan terhadap semua propinsi. Hal ini
meskipun pada faktanya, bahwa tidak adanya prospek yang samar dari beberapa
pemisahan diri propinsi, selain Quebec. Pelaksanaan dari Otonomi Simetrical ini
membantu untuk menjelaskan kenapa Kanada lebih banyak mendesentralisasikan
wilayah federasi-federasinya dibanding US, meskipun kepemilikian sebuah inisial
dalam konstitusi yang sangat jelas diarah yang berlawanan.
Otonomi simetrikal dalam konteks ini memiliki sejumlah
kesulitan-kesulitan salah satunya adalah mengenai derajat dari otonomi
menyangkut kejatuhan-kejatuhan secara umum mempertimbangkan secara singkat
mengenai apa yang dicari oleh pergerakan kebangsaan. Ada batas-batas jelas yang
mudah dimengerti, bagaimanapun juga, untuk mengukur seberapa jauh sebuah negara
akan memperlemah otoritas pusatnya melalui teritorinya untuk memuaskan kelompok
“minoritas”. Dalam semua kasus-kasus yang telah dijelaskan sebelumnya (Kanada,
Spanyol, Rusia), kebangsaan menginginkan otonomi lebih dibandingkan dengan apa
yang telah disiapkan oleh negara untuk diberikan.
Masalah lain adalah otonomi yang
simetrikal atau otonomi yang lazim pada kondisi tertentu tidak akan menunjukan
hasra dari mobilisasi kebangsaan untuk pengakuan konstitusional yang simbolik
dari klaim nasional mereka. (Resnick, 1994, hlm. 77; Nimni, 2005, 248-249;
Kymlicka, 1998, hlm. 160). Otonomi simetrikal berbasis pada multi-kebangsaan
dan multi-wilayah dari Staatsvolk menunjukan dengan jelas
gejala dari kekacauan politik bipolar. Untuk Staatsvolk,
desentralisasi biasanya terlihat sebagai dasar dalam batas menurut prinsip
teritorial, wilayah regional atau administrasi, hanya sebagai jenis yang
pertama dari otonomi simetris yang telah dibahas sebelumnya. Untuk kebanyakan
bengsa Inggris-Kanada, Castilian dan Rusia, federasi mereka sama dalam hal ini
dengan United States atau Nigeria.
Fakta tersebut bahwa kebangsaan memang
terjadi untuk menjadi pemerintahan-sendiri dalam tanah airnya yang dipandang
sebagai kejadian geografis, bukan sebagai tanda dari pluralisme yang terpadu.
Kebangsaan yang dimobilisasi, sebaliknya, lihat federasi sebagai multi-nasional
dan tidak sebagai teritorial, regional atau administrasi saja. Mereka
membayangkan negara sebagai bagian kerjasama di antara bangsa-bangsa, dan
mereka ingin Staatsvolk untuk mengakui ini secara faktual dan
normatif. Aspirasi dari kebangsaan untuk pengakuan adalah secara konseptual
yang berbeda dengan aspirasi untukn otonomi yang signifikan, tetapi kedua hal
tersebut saling dihubungkan dan dalam praktiknya, selalu berdampingan.
Nasionalitas, membutuhkan keduanya.
Pengakuan konstitusional sebagai bangsa
atau masyarakat mungkin terlihat sebagai maksud dari penghargaan untuk otonomi
yang lebih banyak, dan otonomi yang lebih banyak dari wilayah regional lainnya
mungkin dilihat sebagai bentuk dari pengakuan. Kebangsaan yang beragam mungkin
untuk menolak pada pengaturan kelembagaan yang mengambil tanah air bangsa
mereka dalam kesejajaran dengan wilayah regional sebagai sub komponen dari
bangsa yang mayoritas, bahkan jika pengaturan tersebut mengijinkan mereka untuk
memerintah diri sendiri secara kolektif pada tanah air mereka sendiri. lalu,
ketika negara bangsa Spanyol mencari keseragaman, bangsa Spanyol yang tidak memiliki
negara bersikeras pada “pemberlakukan berbeda” mereka, atau kekhasan (Keating,
2001, hlm. 114). Pemimpin-pemimpin bangsa Basque sekarang meminta wilayah
mereka untuk menjadi “negara yang terasosiasi” sementara otoritas Catalan
menuntut pengakuan sebagai “bangsa”.
Di Kanada, bangsa-bangsa Quebec siap
berperang untuk penyaranan bahwa Quebec adalah Propinsi seperti halnya di
Inggris Kanada, dan sebagai ganti dari sebuah bangsa, dengan “ibukota” dan
“majelis nasional” di Kota Quebec. Hasrat ini sebagai pengakuan dibalik
pendapat pemerintah Quebec pada tahun 1980-an yang seharusnya ditentukan dalam
konstitusi sebagai “masyarakat yang berbeda”
Masalah yang kurang jelas dengan
semacam dari simetris adalah kemungkinan adanya konflik dengan
kepentingan-kepentingan aspirasi dari staatsvolk. Staatsvolk juga mungkin
berharap untuk menjadi pemerintahan mandiri secara kolektif, melalui otoritas
pusat yang kuat. Dalam kasus dari UK, Inggris (kebanyakan juga dikenal sebagai
British) memiliki beberapa identitas-identitas wilayah yang secara politik
menonjol dan telah tidak disiapkan untuk membuat majelis regional diluar London
saja. Sebagai tujuan untuk pemulihan simetris terhadap pengaturan-pengaturan
politik di UK. Walau ketika staatvolk siap dibagi menjadi beberapa wilayah
seperti halnya di Kanada atau Spanyol masyarakat diwilayah-wilayah tersebut
(mungkin untuk melawan politisi-politisi regional) kemungkinan untuk
menginginkan pelemahan otoritas federal atau pusat. Di Kanada kebanyakan bangsa
Inggris-Kanada melihat kepada pemerintah Federal untuk bertindak, walau dalam
wilayah-wilayah yurisdiksi propinsi seperti halnya bidang kesehatan dan
pendidikan tingkat lanjut, dan melawan praktik dari desentralisasi simetrikal
yang telah dilemahkan oleh Ottawa.
Desentralisasi asimetris yang telah
melemahkan Ottawa (Kymlicka, 1998, hlm. 160). Dalam referendum pada tahun 1992
mengenai persetujuan Charlottetown, yang, seperti Meech Lake, mengajukan
penguatan mengenai pemerintahan propinsi dalam pembiayaan otoritas federal,
Bangsa Inggris Kanada memilih untuk melawan hal tersebut. Bahkan, Kymlickatelah
berpendapat di Kanada kasus untuk federalisme asimetrikal seharusnya
didasarkan, tidak pada daerah-daerah yang diinginkan oleh kaum Quebec, yang
kemungkinan lebih dikenal, tetapi pada daerah-daerah yang diizinkan atau
dibolehkan oleh mayoritas bangsa Inggris-Kanada untuk membangun kembali
pemerintahan federal yang kuat (Kymlicka, 1998, hlm. 160-163; juga lihat
Resnick, 1994, hlm. 76-77). Pengaturan-pengaturan simetrikal yang didasari oleh
kebangsaan-kebangsaan dan wilayah-wilayah staatsvolk mengandung resiko diantara
dua sandaran. Mereka kemungkinan untuk cukup menjadi desentralisasi agar
memuaskan bangsa-bangsa, atau untuk memberikan pengakuan seperti yang mereka
inginkan, tetapi mereka mungkin mengijinkan juga desentralisasi yang lebih
banyak untuk staatsvolk.
Otonomi Simetris
berdasar pada Bangsa-Bangsa
Tipe keempat dan terakhir mengenai
otonomi simetris adalah yang berbasis pada bangsa bangsa. Federasi-federasi
komunis seperti Uni Soviet, Yugoslavia dan Cekoslovakia bisa menjadi contoh
bukan dari segi praktik namun dari segi teori. Hal ini hanya ada dalam teori,
tidak kurang hanya karena federasi komunis, khususnya Uni Soviet dan
Cekoslovakia, yang kenyataannya terpusat pada kediktatoran Marxis. Selain itu
ada beberapa bangsa lagi yang dipaksa bersatu seperti Kosovo, Ceko atau Magyar
di Cekoslovakia yang tidak memiliki otonomi atau otonomi yang dalam “ukuran”
yang sedikit, sementara bangsa-bangsa yang lain didistribusikan dalam beberapa
unit federal yang masih menjadi bagian dari kontrol negara mereka (pusat).
Federasi-federasi multi-nasional dalam bentuk ini terkadang ditentukan oleh
nasionalitas karena mereka menekankan persamaan dalam bangsa. Di Kanada, bangsa
Quebec mengajukan pengaturan kelembagaan yang menekankan “dualisme” di antara
Quebec dan English-Canada. Orang Turki-Siprus, ketika mereka tidak mencari
pemisahan diri, mereka bersikeras dalam “federasi dwi-komunal dan dwi-wilayah”
di mana mereka dan orang Yunani-Siprus saling bersama dan saling mendukung satu
sama lain.
Bahkan seperti pengaturan yang
tampaknya kelihatan adil, namun, mungkin mengalami kendala. Mengingat banyak
negara memiliki Staatsvolk (negara rakyat/bangsa) dan satu
atau lebih bangsa/negara yang lebih kecil yang menjadi bagian dari negara itu,
tidaklah sulit untuk menggambarkan bentuk kegagalan dalam bentuk simetrikal
yang di mana di suatu negara memiliki konstitusi yang mengatur tentang hak-hak
minoritas. Berbicara mengenai prospek dari perjanjian Prancis mengenai dua
federasi antara Corsica, Denmark dan juga Kepulauan Faroe, atau perjanjian
Moldova yang berisi tentang menempatkan tiga federasi yang terdiri dari
Gagauzia, Transnistria, dan beberapa daerah. Dalam konteks ini, macam bentuk
“multi-nasional” dari Otonomi Simetris mungkin gagal karena memang tidak layak
untuk bersatu.
Kesulitan lain dari tipe Asimetris
yaitu menganggap tidak hanya bangsa yang berlainan, tetapi juga konsepsi yang
berbeda dari bangsa-bangsa itu sendiri. Staatsvolk (negara
rakyat/bangsa), bagaimanapun, memiliki identitas tersendiri yang berlaku di
seluruh wilayahnya yang meliputi seluruh negeri, tidak hanya menjadi bagian
saja dari negeri yang berada di luar wilayah yang diklaim oleh nasionalitas.
Sebagai konsekuensinya, mereka mungkin enggan untuk menerima pengaturan
kelembagaan yang menyatukan mereka dengan hanya menempatkan mereka sebagai
bagian dari Tanah Air. Ketika bangsaan Quebec menyarankan dualisme pengaturan
kelembagaan yang melibatkan mereka dengan Inggris-Kanada, bangsaan Kanada
menanggapi dengan berpendapat bahwa tidak ada tempat seperti Inggris-Kanada dan
menyatakan secara sepihak mengenai loyalitas mereka kepada seluruh negeri, dari
“laut ke laut yang bersinar”. Hal ini juga terjadi pada bangsa Moldova di luar
Transnistria dan Gaugazia yang tidak ada bedanya dengan Moldova bekas
Transnistria/Gagauzia, yang tidak pernah eksis sebagai unit politik yang
terpisah (kecuali secara de facto sejak tahun 1990). Mereka
semua sama saja dan menjadi sebagai Moldova.
Ada beberapa penolakan penting yang
terakhir terhadap model “multi-nasional”. Keberatan tersebut yaitu, salah
apabila kita mengasumsikan bahwa semua bangsa akan menginginkan persamaan
derajat dan tipe dalam suatu Otonomi. Yang pasti, Staatsvolk (negara
rakyat/bangsa) dalam kesatuan negara mungkin tidak melihat kebutuhan dari
beberapa perubahan kelembagaan untuk membolehkan mereka memiliki Otonomi untuk
alasan yang sepele bahwa mereka telah siap mempertimbangkan mereka sendiri
untuk menentukan sendiri dalam lembaga-lembaga di seluruh negara bagian yang
masih ada. Lalu, sementara Inggris, tidak seperti kebangsaan Kanada atau
Moldova, memiliki sejarah tanah air mereka sendiri, yang lebih kecil dari
negara, masih ada sedikit dukungan di Inggris untuk federasi atau
desentralisasi kesatuan negara dalam empat negara di United Kingdom. Hal ini
karena Westminster, yang merupakan bangsa Skotlandia sangat menyadari fungsi
sebagai jiplakan persis dari parlemen Inggris. Tapi kebangsaan mungkin juga
menginginkan tingkatan yang berbeda mengenai otonomi dari kebangsaan yang lain.
Hal ini karena, antara lain, beberapa kebangsaan mungkin menikmati hak-hak
sejarah dan penyesuaian diri sedangkan yang lain tidak; beberapa mungkin
memiliki hubungan yang lebih baik dengan negara yang memegang otoritas
pusat/Staatsvolk sedangkan yang lain tidak; beberapa mungkin memiliki penduduk
dengan jumlah dan kapasitas yang lebih banyak dari yang lain; Beberapa mungkin
melihat perlindungan budaya sebagai prioritas, sementara bagi yang lain, budaya
tertentu mungkin bukan sebagai komponen yang penting dari identitas nasional.
Bagi minoritas yang seluruh wilayahnya terkandung dalam negara cenderung
memiliki aspirasi otonomi yang berbeda dibandingkan dengan minoritas yang
wilayahnya berada di negara tetangga. “Satu ukuran untuk semua” atau
“simetrikal”, contoh tidak mungkin untuk dapat mengakomodasi aspirasi yang
berbeda ini.
Pengalaman United Kingdom dengan baik
mengilustrasikan kekompleksitasan tersebut. Tidak hanya sedikit konstituen di Inggris yang
kebangsaannya berbasis pada Otonomi Simetrikal, tapi ada tiga bagian “Celtic”
yang mengelilingi UK yaitu, Skotlandia, wales dan Irlandia Utara. Ketiga bagian
tersebut memiliki tuntutan yang sangat beragam. Tuntutan untuk otonomi telah
menguat di Skotlandia sejak tahun 1980-an, yang berdiri sebagai kerajaan yang
terpisah dari UK, dengan memiliki sistem hukum yang tersendiri, untuk beberapa
abad sebelum persatuan dengan Inggris pada tahun 1707. Di Wales, yang yang
secara legal dan ekonomi telah berasimilasi dengan Inggris sejak 1536, dan yang
secara bahasa berbeda antara logat Inggris sebagai mayoritas dan logat wales
sebagai minoritas, mendukung otonomi jauh lebih lemah. Sedangkan konteks dalam
Irlandia Utara berbeda dari tiga negara yang berada dalam Britania raya
lainnya.
Seperti yang telah dibagi oleh seluruh dari Irlandia pada tahun 1920,
dan karena jumlah minoritas yang besar dari penduduknya diidentifikasi sebagai
bagian dari bangsa Irlandia. Hal ini mengapa menjadi tidak pantas untuk pemerintahan
UK untuk menerapkan penyelesaian pewarisan Simetrikal terhadap semua empat
bangsa yang berada dalam UK. Bahkan, London merespon dengan kemasan simetrikal
yang disesuaikan terhadap perbedaan pola yang ada di UK. Inggris melanjutkan
untuk diatur dari Westminster. Skotlandia mendapatkan parlemen, dengan
kapasitas penuh dalam membentuk undang-undang meliputi berbagai
pertanggungjawaban yurisdiksinya, dan beberapa sedikit kewenangan tentang
pajak. Wales hanya menerima sati “Majelis” saja, dan sedikit otonomi dengan
kekuatan sekitar legislasi tingkat dua. Legislasi utama dari Wales merupakan
sisa kewenangan prerogatif dari Westminster. Irlandia Utara, sepertihalnya
Skotlandia, menerima kewenangan penuh dalam menyusun undang-undang, walaupun
tidak sama dalam wilayah tertentu. Kewenangan legislatif tersebut
dideskripsikan, secara tidak jelas sebagai sebuah “Majelis”, dalam peran untuk
memisahkannya dari Parlemen Stormont yang memeiliki sejarah buruk dari Bangsa
Irlandia.
Secara krusial, dalam hal untuk mengakomodasi aspirasi bangsa
Irlandia, Irlandia Utara diberi kewenangan untuk melakukan hubungan perjanjian
dengan negara lain yaitu Republik Irlandia, melalui “Dewan Kementerian
Utara-Selatan”, dan Republik Irlandia juga diberi sebuah pengawasan peran dalam
pemerintahan Irlandia Utara melalui koferensi Lintas Pemerintahan
Inggris-Irlandia. Irlandia Utara juga diijinkan untuk menyatakan hak
meme=isahkan diri dari UK untuk ikut persekutuan Irlandia, melalui referendum
yang dilakukan oleh Irlandia Utara dan Reublik Irlandia. Dalam perjanjian
intitusi Irlandia Utara, UK mengenalkan hak-hak bangsa Irlandia, walaupun
pemangkua jabatan dipisahkan dua yurisdiksi di lain pulau, untuk perlindungan
diri, dan yang berasal dari perjanjian internasional dengan Republik Irlandia.
Aspek terakhir tersebut terdapat pada otonomi Irlandia Utara dalam dasar yang
secara siginifkan berbeda antara Skotlandia ataupun Wales. Berdasarkan
ketentuan dalam perjanjian, Irlandia Utara didirikan sebagai federasi.
Bantuan/hibah otonomi untuk Skotlandia dan Wales, sebaliknya, mereka tersebut
merupakan tipe dari negara kesatuan yang terdesentralisasi, meskipun klaim dari
beberapa orang kebangsaan Skotlandia bahwa parlemen Skotlandia yang baru
merupakan reinkarnasi yang telah ada sejak 1707.
Kritik ini menuju pada otonomi
simetrikal kemungkinan bekerja tanpa masalah hanya di negara-negara yang
nasionalitasnya sejenis. Dalam beberapa negara-negara semacam itu, ada sedikit
dasar dari satu seksi dari penduduk untuk meminta derjata otonomi yang lebih
tinggi dari normalnya, atau sebuah bentuk pengakuan bangsa yang plural. Dalam
negara yang memiliki bangsa yang plural, sebaliknya, bangsa-bangsa kemungkinan
untuk mencari otonomi yang lebih daripada Staatsvolk, dan
mungkin mengakui status kebangsaan mereka. Jika negara dibentuk oleh
bangsa-bangsa yang tidak sejenis, setiap bangsa mungkin meminta otonomi dalam
level otonomi. Sedagkan Asimetris memiliki keuntungan untuk negara yang
memiliki bangsa-bangsa yang beragam, tapi juga mungkin memiliki keuntungan
untuk Staatsvolk, jika membolehkan lebih terpusat pada negara
di luar bagian atau beberapa bagian otonomi asimerikal dibanding jika tidak ada
kemungkinan.
Keberatan terhadap Asimetris
Ada
dua keberatan utama dari Otonomi Asimetrikal. Pertama adalah otonomi
asimetrikal mungkin menjadi isntrumen yang khususnya cenderung menjauhi pusat.
Asimetris dikatakan untuk memperkuat kemungkinan pemisahan diri karena otonomi
asimetris menyarankan bahwa wilayah-wilayah regional dari pemerintahan memiliki
sebuah pertanggungjawaban “spesial” bagi orang-orang dari wilayah-wilayah
regional tersebut, yang tidak semua wilayah regional diberi juga
pertanggungjawaban tersebut, dan pemerintahan pusat atau federal telah memiliki
tangung jawab yang lebih sedikit dari wilayah-wilayah regional. Perdana Menteri
Kanada, Pierre Trudeau, mengklaim bahwa keprihatinan utamanya tentang
pembeda-bedaan terhadap Quebec dengan provinsi lain yang ada di Kanada, baik
melalui memberi level otonomi yang berbeda maupun pengakuan konstitusional sebagai
“masyarakat istimewa”. Keprihatinan yang sama juga mendasari pilihan yang
merupakan kebalikan dari otonomi asimetris di tempat lain, termasuk Spanyol dan
Russia.
Tapi
otonomi asimatris secara tepat mengenai kegagalan untuk mengakomodasi aspirasi
dari bangsa-bangsa yang mungkin pnuh dengan kecenderungan pemisahan, dan
seperti akomodasi biasanya mewajibkan asimetris. Yang paling dekat dengan
federasi Kanada telah ada untuk memisahkan sejak tahun 1995, ketika referendum
mengajukan untuk menetapkan kesejahteraan Quebec gagal karena terpaut satu
persen poin. Hal ini mengikuti penolakan oleh bagian Kanada yang berbahasa
Inggris, didorong oleh Pierre Trudeau, untuk mengesahkan status otonomi
asimetris untuk Quebec. Peningkatan dukungan untuk pemisahan bangsa Irlandia,
dihasilkan dalam pemisahan diri dalam Irish Free State (Irlandia Bangsa yang
Bebas) pada tahun 1921 dari UK yang dikaitkan dengan kegagalan pemerintahan UK
untuk mengimplementasikan Home Rule (Pengaturan Internal) antara tahun 1886 dan
1916. Dukungan untuk bangsa Skotlandia, dan untuk kemerdekaan Irlandia, naik
secara signifikan sejak 1979-1997, ketika Partai Konservatif, dengan pandangan
persatuan UK, dalam pemerintahan. Di Irlandia Utara, 30 tahun kampanye sengit
anggota partai republik untuk memisahkan diri dari Britania Raya telah dibawa
sampai akhir, hanya oleh penyelesaian otonomi yang secara eksplisit mengakui
klaim dari bangsa Irlandia dan hal tersebut sedikit berbeda dari apa yang telah
diberikan pada Skotlandia atau Wales. Bentuk simetrikal, berdasar pada salah
satu dari apa yang Skotlandia dan Wales terima, tidak akan mencukupi di
Irlandia Utara (McGarry dan O’Leary, 2004, hlm. 10-12). Secara sama, hal
tersebut kemungkinan bahwa Uni Eropa yang bukan merupakan negara, akan tetap
menjadi utuh jika itu telah bersikeras bahwa semua anggota melakukan persatuan
keuangan dan Perjanjian Schengen. Asimetris, sebagai semua kasus ini
menunjukan, dapat membantu untuk menjaga kepentingan politik bersama.
Keberatan
yang sama yang kedua untuk asimetris berpusat dalam masalah dari akuntabilitas
demokrasi. Hal ini muncul ketika representasi dari wilayah-wilayah regional
otonomi asimetris dalam badan legilslatif yang sama dari negara federasi atau
kesatuan memungkinkan untuk memilih dalam hal yang tidak memperhatikan wilayah
regional mereka, sementara badan legislatif yang lain telah tidak berkata dalam
memperhatikan demikian dalam wilayah regional otonomi. Jika representasi dari
wilayah regional otonomi mempertahankan kewenangan dalam badan legislatif yang
sama, hal ini berdasarkan argumen, seluruh negara bahkan dapat mempunyai
kebijakan yang disisipkan ke dalamnya terhadap harapan-harapan dari mayoritas
dari representasinya. Pada UK, dilematika demokrasi ini disebut pertanyaan “West
Lothian”, setelah konstituen Skotlandia, Tam Dalyell, buruh dari MP, seseorang
yang, sejak tahun 1970, tanpa lelah melawan pemerintahan mandiri Skotlandia.
Bagaimanapun, ini adalah pusat pertanyaan sejak debat “Irish Home Rule” pada
akhir abad ke-19, ketika itu terkenal karena telah memberikan ketenangan pada
Gladstone. Hal ini juga telah menonjol sejak debat mengenai asimetris di
Kanada.
Hal
tersebut adalah masalah yang sebenarnya, dan itu dapat memunculkan beragam
kesulitan, yang secara khusus mungkin menjadi serius jika wilayah regional
otonomi simetris mewakili pembagian yang cukup dari populasi negara dan jika
cakupan dari asimetris signifikan. Jika kondisi ini tidak ada, perwakilan dari
seluruh negara kemungkinan kecil menjadi cukup banyak sekali mempengaruhi
keseimbangan politik dalam seluruh negeri, dan akan ada beberapa kesempatan
untuk mempengaruhi itu. Ini adalah salah satu alasan mengapa wilayah-wilayah
regional yang menikmati otonomi asimetris cenderung menjadi bagian-bagian kecil
dari negara mereka.
Juga
ada beberapa langkah-langkah perbaikan yang dapat dipertimbangkan, ketika
mempertahankan asimetris, tidak semua yang sama itu menjanjikan. Pertama, untuk
mengurnagi jumlah perwakilan dari wilayah-wilayah regional otonomi asimetris
pada badan legislatif yang sama, sehingga mengurangi kepentingan mereka. Hal
ini muncul dengan masuk akal, dan telah diimplementasikan pada beberapa kasus.
Mengapa hal ini dipertanyakan, harusnya warga negara pada wilayah tersebut
mendapatkan perwakilan yang baik pada badan legislatif yang sama sebagaimana di
seluruh negara, ketika badan legislatif yang sama telah dikurangi perannya di
wilayah mereka? Bagaimanapun, hal ini sulit. Oleh karena itu, badan legislatif
yang sama, dibawah ketentuan asimetris, akan tetap menjadi tanggung jawab yang
sama untuk beberapa, dan mungkin dalam jumlah besar, beberapa masalah kebijakan
seluruh negara, dan warga dari wilayah regional otonomi asimetris akan berhak
atas kesamaan perwakilan di masalah ini. Jika warga wilayah regional kurang
terwakili dalam masalah yang sama dalam institusi pusat, hal ini akan dilihat
sebagai ketidakadilan dan mungkin melemahkan identitas mereka dalam negara.
Kurang terwakili dalam masalah yangsama mungkin juga menyebabkan kegagalan otoritas
negara untuk mengambil kepentingan regional ke dalam catatan ketika bersepakat
dengan masalah yang sama.
Jalan
yang paling menarik untuk mengalamatkan dilematika demokrasi pada asimetris
adalah melalui apa yang disebut dengan prinsp “keluar-masuk”. Wilayah regional
otonomi asimetris melanjutkan menjadi pemerataan perwakilan pada badan
legilsatif yang sama, tapi perwakilan tersebut hanya berlaku bagi pemilih saja
dalam badan legislatif yang sama, ketidakhadiran pada persoalan yang masuk
dalam kompetensi dari pemerintahan regional mereka. Saran semacam ini biasanya
ditujukan kepada basis yang sangat sulit untuk memisahkan keuangan dalam hal
ini, atau keuangan tersebut melibatkan pembelanjaan diluar wilayah regional
otonomi yang diperlukan memiliki implikasi pada pembelanjaan di dalamnya.
Bagaimanapun, ada masalah mengenai teknik dan penganggaran dan pengalokasian
dana, yang secara besar, dibandingkan dengan keberatan yang tidak dapat
diatasi.
Kritik yang lebih mendalam adalah
praktik “masuk-keluar” sulit untuk merekonsiliasi dengan inti dari
prinsip-prinsip keparlemenan yaitu pertanggungjawaban dan akuntabilitas dari
pemerintah, di mana pihak eksekutif harus mengkonsolidasikan pihak mayoritas di
badan legilsatif, dan mengawasi seluruh program badan legislatif yang terpadu.
Yang perlu diperhatikan di sini adalah pemerintahan, terdiri dalam jalur normal
dari mayoritas pada perwakilan negara, dapat kalah mayoritasnya ketika
bersepakat dengan masalah yang tidak sama (masalah yang diterapkan hanya
sebagai bagian dari pihak negara di luar wilayah regional otonomi). Kebutuhan
ini hanya sikap yang bahaya dari pengunduran diri pemerintah, bagaimanapun,
jika hal yang tidak umum bagi kepercayaan diri, dan ini dapat dihilangkan
bersama jika pemerintah memperbaiki peringkatnya untuk mencapai sebagai
mayoritas dari perwakilan dari bagian bagi negara di luar wilayah regional otonomi
asimetris. Masalah hanya muncul dalam sistem politik yang didasarkan dalam
penyatuan kewenangan antara eksekutif dan legislatif. Ketika eksekutif
dipisahkan dari legislatif, masalah pengunduran diri pemerintah mengikuti
kekalahan dalam pemilihan, dan lalu dilematika legislatif yang berasal dari
asimetris, tidak akan muncul.
Akhirnya, ada pertanyaan mudah dari
komposisi badan eksekutif dari suatu negara. Kelanjutan dari prinsip
“masuk-keluar” terhadap badan eksekutif negara menyarankan bahwa, dalam suatu sistem
parlemen, anggota badan legislati umum dari wilayah otonomi asimetris harusnya
hanya diberi pertanggungajawaban kementerian untuk hal-hal umum. Di luar hal
ini, ada beberapa pertanyaan terkait apakah kepala eksekutif negara dapat
berasal dari wilayah otonomi regional; apakah wilayah otonomi asimetris harus
memainkan peranan penuh, atau sebanding, dalam memutuskan siapa yang menanggung
kewenangan eksekutif; dan mengenai apakah, dalam kasus eksekutif dalam sistem
parlemen atau kolektif presidensial, wilayah otonomi asimetris harus secara
proporsional terwakili. Metika masalah-masalah seperti hal tersebut muncul,
pertanyaan tentang prinsip demokrasi akan membutuhkan untuk ditimbang terhadap
apa yang diperlukan untuk menjaga keutuhan negara.
Kesimpulan
William
S. Livingston pernah menulis tentang institusi federal yang sesuai dengan
“masyarakat federal”, federasi dibutuhkan ketika negara memiliki bermacam-macam
perbedaan, terpusat pada wilayah regional, dan komunitas yang secara politik
bergerak (Livingston, 1956). Perspektif ini lebih menarik daripada perspektif
miliki Charles Tarlton, seseorang yang sepenuhnya dipengaruhi oleh aliran kulit
putih dari selatan yang menyalahgunakan minoritas kulit hitam, pemikiran
tersebut keanekaragaman dalam negara harus diatur sebagai sistem kesatuan yang
tersentralisasi (Tarlton, 1965, hlm. 874). Pola keanekaramagan, bagaimanapun,
lebih kompleks dibanding yang tersirat dalam Livingston. Kebanyakan negara
terdiri, secara tidak mudah, dari negara sentralistik, dan satu atau lebih
kebangsaan yang mencari level yang berbeda dari desentralisasi. Dalam
keadaan-keadaan tersebut, peraturan yang telah dibicarakan terlebih dahulu yang
berbdasarkan pada asimetris, walaupun tidak tanpa kesulitan tersebut, telah
menandai keuntungan seluruh ukuran yang cocok melalui pendekatan yang
terasosiasi dengan simetris.