Perkembangan Kota Administratif Daerah Tingkat II
03.53
Dalam kunjungan saya ke Mendagri (Kementrian
Dalam Negeri) tertanggal 13 Desember lalu, dalam tugas tambahan yang diberikan
oleh Prof. Bhenyamin Hoessein tentang perkembangan kota administratif. Saya
bertemu dengan salah satu staf Kemendagri, bernama Bu Dian, dalam share singkat
kami, beliau menjelaskan permasalah berkenaan dengan Kota Administratif di Indonesia,
menurut beliau untuk kondisi saat ini istilah kota administratif sudah tidak
ada (tidak dipraktekan lagi), tetapi praktek tentang kota adminstratif ini
pernah di praktekan di Indonesia. [1]
Dari beberapa sumber yang saya dapati, Kota
administratif didefinisikan sebagai sebuah wilayah administratif di Indonesia yang dipimpin oleh wali kota administratif. Keberadaan kota administratif diatur
oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Kota administratif bukanlah daerah otonom
sebagaimana kotamadya atau kota,
dan karena itu tidak memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Walikota administratif
bertanggung jawab kepada bupati kabupaten induknya. Sejak
diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999, di Indonesia tidak dikenal lagi istilah kota administratif
karena pembagian provinsi hanya terdiri atas kabupaten dan kota.
Akibatnya kota administratif harus berubah status menjadi kota atau
bergabung kembali dengan kabupaten induknya.
Dalam Administrasi Negara Indonesia, Kota
adalah satuan administrasi negara otonom di bawah provinsi dan di atas kecamatan, selain kabupaten, yang memiliki ciri fisik sebagai suatu perkotaan.
Penulisannya selalu dengan huruf besar dan sebaiknya disertai dengan nama
penjelas yang mendampinginya (seperti "Kota Semarang") karena Kota
adalah suatu nama diri. Pendirian unit ini didasari oleh UU no 22 tentang
Pemerintahan Daerah tahun 1999. Satuan administrasi ini sebelumnya dikenal
sebagai "Kotamadya".
Kota dipimpin oleh seorang Wali Kota yang
didampingi wakil wali kota. Keduanya dipilih secara bersama secara langsung
oleh warga Kota tersebut. Kota, di Indonesia, adalah pembagian wilayah administratif
setelah provinsi, yang dipimpin oleh seorang wali kota.
Dalam konteks Indonesia istilah ini digunakan untuk membedakan dengan kota yang
secara administratif di bawah sebuah kabupaten. Kota berkedudukan sejajar dengan kabupaten dan
kedudukan wali kotanya sejajar dengan bupati.
Kota sebagai unit administrasi
Dalam konteks administrasi pemerintahan di
Indonesia, kota adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia setelah
provinsi, yang dipimpin oleh seorang wali kota. Selain kota, pembagian wilayah
administratif setelah provinsi adalah kabupaten. Secara umum, baik kabupaten
dan kota memiliki wewenang yang sama. Kabupaten bukanlah bawahan dari
provinsi, karena itu bupati atau wali kota tidak bertanggung jawab kepada gubernur. Kabupaten maupun kota merupakan daerah otonom yang
diberi wewenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya sendiri.
Dahulu di Indonesia, istilah kota dikenal
dengan Daerah Tingkat II Kotamadya. Sejak diberlakukannya Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, istilah Daerah Tingkat II
Kotamadya pun diganti dengan kota saja. Istilah "Kota"
di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam disebut juga dengan banda.
Daftar kota administratif yang pernah ada[2]
Kota administratif
|
Daerah induk
|
Dasar pembentukan
|
Status terbaru
|
Banjar
|
PP 54/1991
|
menjadi Kota Banjar, Jawa Barat (UU
27/2002)
|
|
Banjarbaru
|
PP 26/1975
|
menjadi Kota
Banjarbaru, Kalimantan Selatan (UU 09/1999)
|
|
Batu
|
PP 12/1993
|
menjadi Kota Batu, Jawa Timur (UU
11/2001)
|
|
Batu Raja
|
PP 24/1982
|
gabung ke Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera
Selatan (PP 33/2003)
|
|
Baubau
|
PP 40/1981
|
menjadi Kota Baubau, Sulawesi
Tenggara (UU 13/2001)
|
|
Bekasi
|
PP 48/1981
|
menjadi Kota Bekasi, Jawa Barat (UU
09/1996)
|
|
Bima
|
PP 77/1998
|
menjadi Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (UU 13/2002)
|
|
Bitung
|
PP 04/1975
|
menjadi Kota Bitung, Sulawesi Utara (UU
07/1990)
|
|
Bontang
|
PP 20/1989
|
menjadi Kota Bontang, Kalimantan
Timur (UU 47/1999)
|
|
Cilacap
|
PP 34/1982
|
gabung ke Kabupaten
Cilacap, Jawa Tengah (PP 33/2003)
|
|
Cilegon
|
PP 40/1986
|
menjadi Kota Cilegon, Banten (UU 15/1999)
|
|
Cimahi
|
PP 29/1975
|
menjadi Kota Cimahi, Jawa Barat (UU
09/2001)
|
|
Denpasar
|
PP 20/1978
|
menjadi Kota Denpasar, Bali (UU
01/1992)
|
|
Depok
|
PP 43/1981
|
menjadi Kota Depok, Jawa Barat (UU
15/1999)
|
|
Dili
|
menjadi Kota Dili, Timor Leste (Kemerdekaan
20 Mei 2002)
|
||
Dumai
|
PP 08/1979
|
menjadi Kota Dumai, Riau (UU
16/1999)
|
|
Jayapura
|
PP 26/1979
|
menjadi Kota Jayapura, Papua (UU
06/1993)
|
|
Jember
|
PP 14/1976
|
gabung ke Kabupaten
Jember, Jawa Timur (PP 33/2003)
|
|
Kendari
|
PP 19/1978
|
menjadi Kota Kendari, Sulawesi
Tenggara (UU 06/1995)
|
|
Kisaran
|
PP 18/1982
|
gabung ke Kabupaten
Asahan, Sumatera Utara (PP 33/2003)
|
|
Klaten
|
PP 41/1986
|
gabung ke Kabupaten
Klaten, Jawa Tengah (PP 33/2003)
|
|
Kupang
|
PP 22/1978
|
menjadi Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (UU 05/1996)
|
|
Langsa
|
PP 64/1991
|
menjadi Kota Langsa, Aceh (UU
03/2001)
|
|
Lhokseumawe
|
PP 32/1986
|
menjadi Kota
Lhokseumawe, Aceh (UU 02/2001)
|
|
Lubuk Linggau
|
PP 12/1993
|
menjadi Kota
Lubuklinggau, Sumatera Selatan (UU
07/2001)
|
|
Mataram
|
PP 21/1978
|
menjadi Kota Mataram, Lampung (UU 04/1993)
|
|
Metro
|
PP 34/1986
|
menjadi Kota Metro, Lampung (UU 12/1999)
|
|
Padangsidempuan
|
PP 32/1982
|
menjadi Kota Padangsidempuan, Sumatera Utara (UU
04/2001)
|
|
Pagar Alam
|
PP 63/1991
|
menjadi Kota Pagar
Alam, Sumatera Selatan (UU 08/2001)
|
|
Palopo
|
PP 42/1986
|
menjadi Kota Palopo, Sulawesi
Selatan (UU 11/2002)
|
|
Palu
|
menjadi Kota Palu, Sulawesi
Tengah (UU 04/1994)
|
||
Pariaman
|
PP 33/1986
|
menjadi Kota Pariaman, Sumatera Barat (UU
12/2002)
|
|
Prabumulih
|
PP 18/1982
|
menjadi Kota
Prabumulih, Sumatera
Selatan (UU 06/2001)
|
|
Purwokerto
|
PP 36/1982
|
gabung ke Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah (PP
33/2003)
|
|
Rantau Prapat
|
PP 62/1991
|
gabung ke Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara (PP
33/2003)
|
|
Singkawang
|
PP 49/1981
|
menjadi Kota
Singkawang, Kalimantan
Barat (UU 12/2001)
|
|
Sorong
|
PP 31/1996
|
menjadi Kota Sorong, Papua Barat (UU
45/1999)
|
|
Tangerang
|
PP 50/1981
|
menjadi Kota Tangerang, Banten (UU 02/1993)
|
|
Tanjung Pinang
|
PP 31/1983
|
menjadi Kota Tanjung Pinang, Kepulauan Riau (UU
05/2001)
|
|
Tarakan
|
PP 47/1981
|
menjadi Kota Tarakan, Kalimantan
Timur (UU 29/1997)
|
|
Tasikmalaya
|
PP 22/1976
|
menjadi Kota
Tasikmalaya, Jawa Barat (UU 10/2001)
|
|
Ternate
|
PP 45/1981
|
menjadi Kota Ternate, Maluku Utara (UU
11/1999)
|
|
Watampone
|
PP 53/1991
|
gabung ke Kabupaten Bone, Sulawesi
Selatan (PP 33/2003)
|
Dalam Konteks Otonomi Daerah, Bu dian
menambahkan untuk saat ini perkembangan daerah otonomi baru (DOB) di Indonesia
menjadi 33 Provinsi, dengan jumlah Kabupaten 398, dan 93 Kota diluar 6 Daerah
Khusus Ibu Kota Jakarta (DKI-Jakarta), namun berdasarkan data tahun 2012, Ada
penambahan satu Provinsi Baru yakni Kalimantan Utara dan penambahan 4 Kabupaten
1. Kabupaten
Pegunungan Wafak
2. Kabupaten
Manokwari
3. Pangandaran
4. Pesisir
Barat
Jadi Jumlah Daerah Otonomi di Indonesia
berjumlah 34 Provinsi, 402 Kabupaten, dan 93 diluar 6 wilayah
DKI-Jakarta.Berikut saya lampirkan Rekapitulasi Daerah Otonomi Baru (DOB)
Pemekaran dari Tahun 1999-2009, dan daftar Kabupaten dan Kota seluruh Indonesia
edisi Juni 2009[3],
[1] Ketentuan mengenai kota Adminstratif (kotif) dapat
dilihat dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1974, Pasca Munculnya Undang-Undang No.
22 Tahun 1999 Tentang otonomi Daerah, Kota Administratif sudah tidak ada lagi,
mengenai kebradaannya ada yang ditingkatkan statusnya atau dikembalikan kepada
Kabupaten yang bersangkutan
[2] Dikutif berdasarkan Makalah yang disampaikan Kementrian
dalam Negeri, perkembangan daerah kota Administratif di indonesia,
[3] Data yang disajikan belum termasuk data tahun 2012,
(minus Kalimantan Timur, dan 4 wilayah Kabupaten Baru)
Sangat membantu! Terimakasih! 🙏🙏🙏
BalasHapus